FOMO atau Fear of Missing Out adalah istilah yang awalnya populer di kalangan pengguna media sosial, menggambarkan rasa takut tertinggal dari tren atau aktivitas sosial yang dilakukan orang lain. deposit qris Namun, fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi dalam ranah digital atau kehidupan sosial remaja. Dalam konteks pendidikan, FOMO juga mulai muncul dalam bentuk tekanan akademik — kondisi di mana siswa merasa tertekan untuk selalu tampil unggul demi tidak tertinggal dari teman-temannya.
FOMO akademik adalah gejala psikologis di mana seseorang merasa cemas atau tidak tenang karena melihat keberhasilan atau pencapaian akademik orang lain. Ini bisa berupa kecemasan saat melihat teman mendapat nilai tinggi, diterima di sekolah unggulan, memenangkan lomba ilmiah, atau bahkan hanya karena merasa tidak produktif di tengah teman-teman yang sibuk belajar.
Sumber Tekanan FOMO Akademik
FOMO akademik tidak muncul begitu saja. Beberapa faktor yang memicu fenomena ini antara lain:
-
Kompetisi berlebihan di lingkungan sekolah: Dalam sistem pendidikan yang sangat kompetitif, nilai dan prestasi menjadi tolok ukur utama. Siswa didorong untuk selalu bersaing, bahkan dengan teman sendiri.
-
Pengaruh media sosial akademik: Banyak siswa yang membagikan pencapaian akademik mereka di media sosial. Hal ini dapat memicu rasa tidak cukup baik bagi siswa lain yang merasa tidak memiliki pencapaian serupa.
-
Harapan dari orang tua dan guru: Harapan yang tinggi, meskipun bermaksud baik, dapat menciptakan tekanan psikologis yang berat bagi siswa. Mereka merasa harus memenuhi standar yang telah ditentukan demi mendapatkan pengakuan.
-
Kurangnya ruang untuk gagal: Sistem yang menghargai keberhasilan lebih dari proses membuat kegagalan menjadi sesuatu yang ditakuti, bukan sebagai bagian dari pembelajaran.
Dampak FOMO Akademik terhadap Kesehatan Mental
Fenomena FOMO akademik sering kali tersembunyi di balik senyum siswa yang terlihat aktif dan berprestasi. Namun, dalam banyak kasus, kondisi ini berdampak serius terhadap kesehatan mental. Beberapa dampak yang umum terjadi meliputi:
-
Kecemasan dan stres kronis: Perasaan tertinggal atau tidak cukup baik memicu kecemasan berlebihan. Hal ini bisa memengaruhi kualitas tidur, konsentrasi, bahkan kesehatan fisik.
-
Rasa rendah diri: Siswa yang terus membandingkan diri dengan pencapaian orang lain bisa mengalami penurunan kepercayaan diri dan merasa tidak berharga.
-
Kelelahan mental (burnout): Upaya terus-menerus untuk mengejar kesempurnaan atau mengimbangi pencapaian orang lain dapat menguras energi mental.
-
Hubungan sosial yang renggang: Alih-alih mendukung satu sama lain, siswa justru bisa terjebak dalam hubungan kompetitif yang tidak sehat.
Kurangnya Perhatian Terhadap Isu Ini
Sayangnya, FOMO akademik masih jarang dibahas secara terbuka dalam sistem pendidikan. Banyak pihak masih menganggap tekanan akademik sebagai bagian normal dari proses belajar. Padahal, jika tidak ditangani dengan tepat, dampaknya bisa berkelanjutan hingga dewasa.
Selain itu, budaya sekolah yang terlalu fokus pada pencapaian juga sering mengabaikan aspek kesehatan mental dan kesejahteraan emosional siswa. Pendampingan psikologis di sekolah pun belum merata atau belum dianggap prioritas.
Pendekatan yang Lebih Seimbang
Mengatasi FOMO akademik membutuhkan pendekatan yang komprehensif dari berbagai pihak, mulai dari guru, orang tua, hingga institusi pendidikan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
-
Mengubah budaya kompetisi menjadi kolaborasi: Mendorong siswa untuk belajar bersama dan saling mendukung, bukan saling membandingkan.
-
Memberikan ruang untuk gagal dan belajar: Menekankan bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya, melainkan bagian dari proses tumbuh.
-
Mengembangkan indikator keberhasilan yang lebih luas: Tidak hanya berdasarkan nilai akademik, tetapi juga aspek kreativitas, empati, dan ketangguhan emosional.
-
Menyediakan dukungan psikologis: Memberikan akses terhadap konseling atau program kesejahteraan mental yang dapat membantu siswa mengelola tekanan.
Kesimpulan
FOMO akademik merupakan bentuk tekanan sosial yang sering kali tidak terlihat, namun dapat berdampak serius terhadap perkembangan psikologis siswa. Fenomena ini muncul dari budaya kompetisi, tekanan sosial, serta ekspektasi berlebih yang terus-menerus menghantui generasi muda. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan mendukung, penting untuk mengenali, memahami, dan mengelola tekanan semacam ini dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan seimbang. Pendidikan tidak seharusnya menjadi perlombaan, melainkan perjalanan untuk tumbuh, belajar, dan menjadi versi terbaik dari diri sendiri.